Thursday, 28 March 2013

Zidane vs The Almighty Brazil


Zinedine Zidane

Zinedine Zidane, dia merupakan pahlawan perancis di Piala Dunia 1998 dan Euro 2000. Dia adalah mungkin playmaker terbaik yang pernah di miliki Perancis. Kemampuannya mengolah bola sudah tidak di ragukan lagi. Kehebatan visi bermainnya pun hampir tak ada duanya. Pantas memang jika julukan "The Professor" melekat padanya, karena memang dia playmaker yang jenius, malah yang paling jenius menurut saya.

Kita pasti ingat tentang gol volley sinting dia di Final Liga Champions 2002. Gol itu pula lah yang membuat Real Madrid menjuarai Liga Champions tahun itu. Kita juga tidak bisa melupakan kehebatan dia di Piala Dunia 1998 dan Euro 2000, dan mampu menginspirasi timnas Perancis di kedua event besar sepak bola itu. Kita juga tidak melupakan kiprahnya di Piala Dunia 2006, dia menunjukan untuk terakhir kalinya kepada dunia kalau dia masih belum habis. Bagaimana dia nyaris sendirian mengacak-acak pertahanan Brazil yang waktu itu di anggap skuad terbaik yang di miliki Brazil semenjak tahun 1970 dan 1982.

Saat ini saya ingin membahas kiprah pria yang bernama lengkap Zinedine Yazid Zidane ini di Piala Dunia 2006. Khususnya pada pertandingan melawan Brazil. Karena meskipun Perancis kalah di Final, mereka tetap anggap sebagai juara kompetisi tersebut. Setidaknya saya menganggapnya begitu. Mereka bermain seperti juara. Zidane pun mengeluarkan semua kehebatan yang dia punya di kompetisi sepakbola resmi untuk terakhir kalinya dalam hidupnya itu.

Minggu 2 Juli 2006. Setelah mengalahkan Spanyol di perdelapan final, timnas Perancis menghadapi calon paling kuat untuk menjuarai Piala Dunia di babak perempat final, Brazil. Skuad Brazil pada tahun 2006 di anggap sebagai salah satu skuad sepakbola terbaik yang pernah ada. Disana ada nama Ronaldo, Ronaldinho, Kaka, Roberto Carlos, Adriano, Juninho, Cafu, Dida, Robinho, Ze Roberto, Gilberto Silva dkk. Mereka merupakan salah satu talenta-talenta terbaik yang pernah menginjak lapangan hijau. Mereka semua yang terbaik di posisinya masing-masing, tapi Perancis tidak gentar. Mereka tidak boleh gentar lebih tepatnya karena skuad mereka juga tidak kalah hebat. Ada nama-nama hebat seperti Henry, Vieira, Barthez, Makalele, Thuram, Ribery, Trezeguet, Sagnol, Abidal, Gallas dan tentu saja kapten mereka, Zidane.

Pada menit-menit awal pertandingan berjalan seimbang. Brazil mengambil inisiatif menyerang tapi serangan mereka selalu terhenti oleh dua gelandang jangkar Perancis. Vieira dan Makalele, dua nama ini merupakan -selain Zidane- yang membuat Brazil tidak berkutik melawan Perancis. Mereka lah gelandang petarung di lini tengah Perancis. Tanpa mereka mungkin Perancis akan kebobolan banyak gol. Mereka yang menguasai lini tengah hingga belakang Perancis, membuat lini pertahanan Perancis sedikit "santai" dalam mengamankan gawang Barthez.

Kembali ke pertandingan, kebuntuan serangan Brazil di manfaatkan dengan baik oleh Raymond Domenech, pelatih timnas Perancis saat itu. Dia memberikan instruksi yang menurut saya sangat sederhana di waktu. sebelum dan di saat pertandingan. "Setelah merebut bola, oper ke Zidane. Jika kau dapat bola dari Zidane, umpan balik lagi ke dia. Siapapun yang mendapat bola, umpan ke Zidane. Biarkan dia yang melakukan semuanya". Dan ya, taktik mereka berhasil. Zidane membuat Brazil kocar-kacir dengan permainan indahnya. Bahkan Kaka, playmaker hebat dari AC Milan pun harus melakukan beberapa kali pelanggaran ke Zidane demi mendapatkan bola, karena ya memang saat itu bola hanya lengket ke satu orang, Zidane.




Zidane vs Carlos, Silva, dan Kaka'

Brazil bukannya tidak mau menghentikan Zidane, mereka jelas melakukannya. Mereka tidak mungkin membiarkan seorang Zidane bebas menari-nari di lapangan tanpa kawalan. Bukan hanya bek dan gelandang bertahan, Kaka, Ronaldinho, Robinho, Ze Roberto, dan bahkan Ronaldo pun berusaha merebut bola dari Zidane. Mereka itu bukan lah tipe gelandang petarung, bahkan Ronaldo itu striker! Ronaldo sampai harus mundur kebelakang untuk merebut bola. Tapi apa daya, malam itu adalah malamnya Zidane. Kecuali melakukan pelanggaran terhadapnya, bola yang dia kuasai sangat sulit untuk di rebut secara open play.

Saat itu dia membuktikan bahwa dia yang adalah penguasa lapangan di Frankfurt tersebut. Nyaris semua peluang Perancis di berikan oleh seorang Zidane sendiri. Malam itu dia menunjukan pada dunia apa yang dia punya. Dia belum habis. Semua kritikan media maupun rakyat Perancis sendiri dia mentahkan melalui penampilannya melawan Brazil malam itu. Kaka, Juninho dan Ronaldinho pun seperti di ajarkan bagaimana cara seorang playmaker menciptakan permainan hebat. Bagaimana seorang playmaker kelas dunia bermain. Bagaimana Zidane biasa bermain di masa jayanya. Penampilannya seperti 10 tahun lebih muda dari umurnya. Skuad "Dream Team" Brazil seperti sekelompok pesepakbola amatir yang di ajarkan bagaimana bermain bola yang hebat.



Bahkan Ronaldinho pun tak berkutik
Gol pun tercipta di menit ke-57 oleh Thierry Henry, itu pun karena set piece. Sebuah tendangan bebas Zidane mampu di maksimalkan dengan baik oleh Henry. Tak terkawal, dia melepas kan tendangan first time ke depan Dida. Tendangan first time Henry terlalu kencang untuk di hentikan oleh Dida, dan hasilnya Perancis unggul 0-1. Brazil jelas tidak mau lama-lama dalam posisi ketinggalan seperti itu. Mereka berusaha menyerang dari berbagai sisi. Tapi sisi pertahanan Perancis saat form terbaiknya malam itu. Semua nama-nama hebat di skuad Brazil malam itu seperti frustasi menembus gawang si plontos Barthez.
Gol Henry di meit ke-57
Sampai peluit akhir berbunyi skor tetap 0-1 untuk Perancis. "The Almighty Brazil" harus mengakui kehebatan timnas Perancis malam itu. Lebih tepatnya kehebatan dari seorang pria yang berumur 34 tahun mampu mengacak-acak timnas sepakbola yang di anggap terbaik di planet bumi tahun itu, Seorang diri!.

Sunday, 20 May 2012

CR7 (Bagian 5)

SOROT: Lionel Messi, Batu Krypton Bagi Cristiano Ronaldo


Dalam cuplikan bagian kelima buku Luca Caiolo ini, diceritakan rivalitas hebat antara Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.



Messi & Cristiano Ronaldo - Barcelona-Real Madrid



Dua pesepakbola sedang mengobrol santai di sofa. "Tuhan menurunkan saya ke Bumi untuk mengajarkan manusia bermain sepakbola," bilang Cristiano Ronaldo. "Jangan ngawur, saya tidak mengirimkan siapa pun ke Bumi," balas Lionel Messi.

Tentu saja itu lelucon yang banyak beredar secara luas. Secara tepat lelucon itu menggambarkan bagaimana fans memandang rivalitas antara pemain asal Portugal dan Argentina itu. Mereka masing-masing berusia 27 dan 24 tahun, keduanya memiliki gemerlap karier dan hasrat kemenangan yang sama, tapi gaya di dalam dan luar lapangan mereka berbeda.

"Ronaldo menerapkan teori Euclid. Jarak terdekat antara dua titik adalah garis lurus. Tidak cuma itu, Anda harus melesat sepanjang garis itu secepat mungkin sampai mencapai gol," ujar penulis asal Spanyol, Manuel Vicent, dalam El Pais.

"Messi lebih menyukai Einstein. Jarak terdekat antara dua titik selalu berupa kurva dan satu-satunya cara mencapainya adalah bergerak zig-zag tanpa terduga seperti seekor buruan yang menghindari anak panah. Ronaldo memicu gairah, sementara Messi, kekaguman." Itulah alasan keduanya dianggap sebagai dewa-dewa sepakbola modern.

Pada satu titik, Ronaldo seperti bersaing dengan dirinya sendiri. Ketika coba dibandingkan dengan Messi, dia membalas, "Saya tidak terganggu sedikit pun. Kepribadian dan gaya saya bermain sepakbola sama sekali berbeda dengannya. Saya hanya tertarik dengan cara bermain saya sendiri dan menang bersama Real Madrid." Dia bersikeras tidak merasa iri kepada Messi, tapi tidak diragukan lagi Leo seperti batu krypton untuk karakter Superman milik Cristiano. Dia seperti terobsesi dengan pemain Argentina itu, tumit Achilles-nya. Bukan kebetulan pula dari Spanyol, ke Siprus, ke Bosnia, fans lawan meneriakinya "Messi, Messi, Messi!" Mereka tahu itu akan menyinggung perasaan Cristiano.


Persaingan klasik | Messi sering kali lebih unggul dalam setiap El Clasico


















Sudah bertahun-tahun perbandingan itu muncul. Messi dianggap sebagai saingan langsung dalam persaingan siapa yang pantas menjadi pemain terbaik dunia. Jika Cristino enggan menanggapi kecemburuannya terhadap Messi dan membantah kabar dia mencoba merusak sang rival sedikit demi sedikit, banyak yang merasa adanya ketegangan antara Cristiano dan Leo sejak dia digulingkan dari podium pemenang Ballon d'Or.

Sumber internal Real Madrid mengatakan, menyaksikan Cristiano berada di depan televisi untuk memirsa penampilan Messi merupakan pengalaman tak ternilai. Saat agen Jorge Mendes menonton bersamanya, dia mencoba menenangkan kliennya dengan mengatakan orang-orang tidak paham sepakbola karena menganggap pemain Barcelona nomor 10 itu pantas dianggap sebagai yang terbaik di dunia.

Perbandingan antara Ronaldo dan Messi terus menerus berlangsung sejak keduanya bermain di Manchester United dan Barcelona. Dimulai dari rivalitas lapangan hijau, taip kemudian menyentuh aspek lain dalam hidup masing-masing. Banyak program studi universitas yang menganalisis dan membandingkan sorotan mereka di media dan bahkan muncul perang merek. Cristiano mempromosikan Nike, Messi Adidas; Cristiano mengenakan Armani, Messi mengenakan Dolce & Gabbana; Cristiano mengenakan jam tangan Time Force, sedangkan Messi Audemars Piguet. Untuk kendaraan mereka, Cristiano mengisinya dengan Castrol, sedangkan Messi lebih suka Repsol. Pemain Madrid nomor 7 itu minum Soccerade, sementara bintang Barcelona nomor 10 menenggak Gatorade.

Menurut Sports Illustrated, Messi memenangi pangsa pasar finansial dengan menghasilkan €31 juta setahun, sedangkan Ronaldo "hanya" €27,5 juta. Namun, Ronaldo lebih unggul di media sosial dengan tiga juta "pengikut" di Twitter dan 30 juta fans Facebook, hanya sedikit di belakang bintang pop seperti Lady Gaga. Messi baru membuat akun Facebook musim semi 2011 dan sebagai hasilnya baru berhasil menghimpun tujuh juta penggemar..

Semua perbandingan ini memberikan satu pertanyaan, siapa yang terbaik? Pertanyaan ini dilontarkan ribuan kali di surat kabar, radio, televisi, blog, dan siapapun mulai dari pelatih, pemain, pengamat, dan fans awam yang meramaikan perdebatan. Semua punya pendapat masing-masing.

Ronaldo versus Messi memiliki tempat tersendiri sebagaimana layaknya sebuah derby klasik. Olahraga selalu diwarnai persaingan antara atlet, tim, negara, sebagaimana halnya perbandingan antara periode yang berbeda-beda dalam sejarah mereka. Memori menjadi elemen fundamental dalam olahraga dan membandingkan satu orang dengan yang lain merupakan kegemaran favorit yang selalu membagi pendapat masyarakat dunia.

Petinju Muhammad Ali dan George Foreman, pebalap Alain Prost dan Ayrton Senna, pebalap sepeda Gino Bartali dan Fausto Coppi, bintang tenis Bjorn Borg dan John McEnroe, pebasket Magic Johnson dan Larry Bird, pebalap motor Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo, sprinter Carl Lewis dan Ben Johnson...


Tapi dalam sepakbola jarang ditemui seorang pemain dengan predikat "terhebat" yang bisa melampaui pemain lain yang biasa-biasa saja. Pele, Johan Cruyff, Diego Maradona, dan Alfredo Di Stefano tidak pernah dilampaui ketika dalam masa jaya masing-masing. Tapi sekarang muncul duel pribadi antara dua bintang yang sudah menjadi duel terhebat satu lawan satu sepanjang masa.

Wednesday, 16 May 2012

CR7 (Bagian 4)

SOROT: "Ronaldo Idola Saya" - Lahirnya Bintang Remaja Baru Bernama Cristiano Ronaldo

Pada bagian keempat diceritakan bagaimana Cristiano Ronaldo merebut hati suporter Sporting Lisbon dan menyita perhatian media Eropa.







Dia mampu menghibur penonton dan dibuktikan pada penampilan kedua untuk Sporting Lisbon, 7 Oktober 2002, di SuperLiga Portugal. Tim juara bertahan itu menjamu tim promosi Moirerense FC. Pertandingan tidak berjalan menarik.

Cristiano Ronaldo tampil untuk kali pertama sebagai pemain inti dan dengan berusia 17 tahun delapan bulan dan dua hari, dia mencetak sejarah sebagai pencetak gol termuda bagi Sporting. Golnya "monumental, megah, menakjubkan... tidak ada lagi kata sifat yang pantas untuk menggambarkan prestasi pemain muda Sporting itu," cetus komentator SportTV dengan penuh semangat.

Pada menit ke-34, Ronaldo menerima umpan tumit Tonito dari garis tengah lapangan. Dua bek dilalui dengan melakukan slalom, berlari 60 meter, dia melakukan "bicicleta" di ujung kotak untuk mengecoh satu pemain lawan, dan melepaskan tembakan terukur melewati jangkauan kiper Moreirense, Joao Ricardo, yang mencoba bergerak menutupi ruang tembak.

Cristiano membuka bajunya, memeluk rekan-rekan setim, dan berlari ke arah tribun. Pelatih Laszlo Boloni merayakannya dengan tim di bangku cadangan. Dia lah yang menempuh risiko mengubah posisi b
ermain Ronaldo. Risiko yang terbayar dengan manis.

Kembali ke pertandingan, pemain bernomor punggung 28 itu belum puas. Meski ada penyerang Brasil "Super Mario" Jardel, pemenang Sepatu Emas tahun sebelumnya yang baru bermain lagi setelah empat bulan cedera, Cristiano tampil sebagai pengatur serangan. Setelah mencetak gol pembuka, pemain muda itu mengantarkan kemenangan 3-0 dengan sebuah gol sundulan spektakuler. Salah satu kejadian yang mewarnai gol itu adalah pingsannya Dolores, ibu Ronaldo, di tribun. Mungkin itu merupakan bentuk kegembiraan atas penampilan putranya, tapi tak pelak sempat memicu kekhawatiran.

Hari berikutnya Ronaldo mendominasi halaman depan media Portugal dengan gol monumentalnya. Segenap jurnalis Portugal berebutan "memerah" kisahnya, dimulai dari pertandingan perdana di jalanan kawasan kumuh Madalena di Santo Antonio. Mereka mewawancarai pelatih masa kecil Ronaldo. Mereka mencoba menghubungi ayahnya. Sang ayah hanya bisa mendengar peryandingan melalui radio karena Andorinha bermain pada saat bersamaan. Dia bilang semua orang di pulau itu membicarakan sukses anaknya dan sambil bercanda mereka minta agar Ronaldo dipinjamkan ke Andorinha supaya mereka bisa menjadi juara.


"Ronaldo mendominasi halaman depan media Portugal dengan gol monumentalnya ... Tidak hanya media Portugal yang tertarik dengan kelahiran bintang baru itu. Ronaldo juga memicu gelombang di seantero Eropa"

Jose Dinis harus mengulang-ulang komentar kalau anaknya merupakan hasil bakat alam yang bermain siang dan malam sejak kecil. Dia harap masa depan anaknya cerah dan terus berkembang dewasa sebagai pemain maupun pribadi. Dia tidak mau menjadi terkenal hanya dengan menjadi ayah pemain bernomor 28 itu, tapi dia tidak mau ketinggalan menyaksikan langsung pertandingan berikutnya. Dia sudah membeli tiket pesawat untuk menyaksikannya di Belenenses, perjalanan pertamanya menuju Lisbon dalam enam tahun.

Tidak hanya media Portugal yang tertarik dengan kelahiran bintang baru itu. Ronaldo juga memicu gelombang di seantero Eropa, berkat gol dan namanya. Jangan lupa, saat itu Ronaldo yang "asli" (Ronaldo Nazario de Lima) baru saja membantu Brasil memenangi Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang. Ronaldo menjadi bintang turnamen dengan delapan gol. Gazzetta dello Sport bahkan sudah membahas tentang "Ronaldo baru" di halaman depan mereka.

Apa pendapat anak Madeira itu tentang perbandingan tersebut? "Saya takkan pernah berani memikirkannya. Ronaldo superstar Real Madrid, dia pemain terbaik dunia. Dia pemain favorit saya."

Penampilan Cristiano di tim inti terbilang istimewa. Dia pun mulai menjadi anak emas para suporter Sporting.

CR7 (Bagian 3)

SOROT: "Berani & Bermental Baja" - Alasan Sporting Lisbon Membeli Cristiano Ronaldo Senilai €22.500

Pada bagian ketiga buku Cristiano Ronaldo ini, diceritakan bagaimana Sporting Lisbon dengan berani menginvestasikan €22.500 untuk seorang bocah berusia 12 tahun.







Anak itu tidak pernah naik pesawat, dia bahkan tidak pernah meninggalkan pulau tempat tinggalnya. Ini tantangan terberat yang harus dihadapinya dan dia begitu gugup sampai-sampai tidak bisa tidur malam sebelum berangkat.

Ayah baptisnya, Fernao Sousa, ikut menemani ke Lisbon. Itu tahun 1997, saat liburan Paskah dan Cristiano sedang menjalani ujicoba di Sporting Lisbon. Dia lebih suka bergabung dengan Benfica, tim yang dicintai ayah dan kakaknya. Tapi ibunya selalu mendukung Sporting dan dia punya firasat anaknya akan menjadi bintang seperti Luis Figo. Sporting memiliki akademi terbaik di Portugal, yang berhasil mencetak pemain sekelas Paolo Futre, Figo, dan Simao Sabrosa. Sementara pemain yang masih berkiprah adalah Joao Pinto, Ricardo Quaresma, Hugo Viana, dan Luis Nani.

Cristiano yakin bisa tampil baik di sana. Dia tahu dia punya kemampuan dan dia rasa dia bisa meyakinkan staf pelatih Sporting kalau kemampuannya memang baik. Tapi dia baru 12 tahun dan ketika datang di kompleks latihan tim taruna, suasananya menekan.

Pelatih Paulo Cardoso dan Osvaldo Silva hadir di lapangan mengamatinya bermain. Mereka tidak terkesan dengan fisik Ronaldo, dia anak kecil yang kurus kering. Tapi begitu melihatnya beraksi, ceritanya berubah. Anak kecil dari Quinta do Falcao itu mampu menahan bola dan membawanya melewati dua tiga pemain lawan. Dia anak yang tak mau kalah, tampil one man show, menipu lawan, menggiring bola, dan menyisir seluruh sisi lapangan.

"Saya melihat Osvaldo dan bilang, 'Anak ini beda, dia istimewa'," kenang Cardoso. "Dan kami bukan satu-satunya yang berpikiran demikian. Di akhir sesi latihan, semua anak mengerumuninya. Mereka tahu dia lah yang terbaik.





Staf pelatih Sporting terkesan dengan ujicoba itu. Mereka ingin menyaksikannya lagi bermain di hari berikutnya, di lapangan latihan di sebelah stadion Jose Alvalade lama. Kali ini, direktur akademi Aurelio Pereira akan hadir memantau.

"Dia berbakat, dia bisa bermain dengan dua kaki, dia sungguh sangat cepat, dan ketika dia bermain sepertinya bola merupakan bagian tubuhnya sendiri," jelas Pereira. "Tapi yang lebih mengesankan saya adalah semangatnya. Kekuatan karakternya bersinar. Dia pemberani, secara mental, dia sangat tangguh. Dia tak kenal takut, tak gentar menghadapi pemain yang lebih tua. Dia memiliki kualitas kepemimpinan yang hanya dimiliki para pemain hebat. Tipe yang langka. Ketika kembali ke ruang ganti semua anak berebutan mengobrol dengannya dan ingin mengenalnya. Dia memiliki segalanya dan jelas dia hanya akan jadi lebih baik."

Pada 17 April 1997, Paulo Cardoso dan Osvaldo Silva menyusun dokumen identifikasi Cristiano. Dokumen itu berbunyi: "Pemain dengan bakat luar biasa dan teknik istimewa. Catatan khusus adalah kemampuannya menghindar dan meliuk, dari keadaan diam maupun saat bergerak". Di sebelah kolom "rekrut" ada contengan di kolom "ya". Dia bermain sebagai gelandang tengah, atau "di lubang" sebagaimana yang diinginkan para pelatih. Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro berhasil melalui tes, dia bisa bermain untuk Sporting. Tapi pertama-tama mereka harus mencapai kesepakatan dengan Nacional da Madeira.


"Dia berbakat, dia bisa bermain dengan dua kaki, dia sungguh sangat cepat, dan ketika dia bermain sepertinya bola merupakan bagian tubuhnya sendiri ... Dia pemberani, secara mental, dia sangat tangguh. Tipe yang langka."


Nacional berutang kepada Sporting €22.500 untuk Franco, pemain muda yang direkrut dari Sporting.

Transfer Cristiano menjadi kesempatan untuk membayar utang tersebut, tapi €22.500 untuk seorang bocah berusia 12 tahun adalah harga yang sangat tinggi. "Tidak pernah terjadi," jelas Simoes de Almeida, mantan pengurus Sporting. "Sporting tak pernah membayar sebesar itu untuk seorang pemain muda."

Aurelio Pereira dan pelatih lain harus berjuang meyakinkan direksi kalau mereka layak berinvestasi sebanyak itu untuk seorang bocah. Pada 28 Juni 1997, Pereira menyusun laporan baru, menambah catatan sebelumnya. "Meski kelihatan menggelikan membayar mahal untuk bocah 12 tahun, dia pemain yang sangat berbakat, terbukti selama ujicoba dan disaksikan staf pelatih. Dia akan menjadi investasi besar di masa depan."

Kalimat ini cukup meyakinkan direktur finansial klub dan transfer pun akhirnya disepakati.

CR7 (Bagian 2)

SOROT: "Dia Tersedu Bagaikan Anak Kecil Yang Mainannya Disita" - Asal Usul Julukan "Si Cengeng"

Inilah kilasan kedua dari buku terbaru Luca Caioli, "Ronaldo: The Obsession for Perfection". Kali ini membahas tentang julukan yang didapat sang bintang semasa kecil.


Cristiano Ronaldo at Sporting

Saat berusia enam tahun, Cristiano mulai melangkahkan kaki di dunia sepakbola. Sepupunya Nuni bermain untuk Andorinha dan Cristiano telah beberapa kali berkunjung ke klub itu bersama sang ayah. Nuno mengajaknya datang dan bermain, kemudian bertanya apakah ingin bergabung dengan tim. Cristiano pun ikut berlatih dan memutuskan untuk mencoba menekuni sepakbola.

Dolores dan Dinis senang dengan keputusan itu karena mereka mencintai sepakbola. Dinis dan anak sulungnya, Hugo, fans Benfica, sementara Dolores mengagumi Luis Figo dan Sporting Lisbon.

Musim 1994/95, Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro yang berumur sembilan tahun memperoleh lisensi olahraga pertamanya, dengan nomor 17.182 dari asosiasi sepakbola Funchal dan menyelesaikan strip biru muda bersama Andorinha. Klub lokal itu punya sejarah panjang sejak didirikan 6 Mei 1925. Nama Andorinha merupakan bahasa Portugal untuk burung layang-layang. Berdasarkan legenda setempat, diambil ketika tendangan hebat seorang pesepakbola yang diikuti terbangnya burung layang-layang.

Guru sekolah dasar Francisco Afonso, yang mengajar kakak perempuan Cristiano, Katia, mendedikasikan 25 tahun melatih di liga yunior Madeira. Dia pelatih pertama Ronaldo dan tak pernah melupakan saat kali pertama menyaksikannya di lapangan Andorinha, saat berusia tujuh tahun.




"Sepakbola adalah seluruh hidup Cristiano," ujar Afonso. "Dia cepat, brilian secara teknik, dan mampu bermain sama baiknya dengan kaki kiri dan kanan. Dia kurus, tapi lebih tinggi daripada anak seusianya. Tanpa diragukan dia sangat berbakat, dia punya bakat alami dalam gennya. Dia selalu mengejar bola, ingin menjadi pemain yang menentukan. Dia selalu sangat fokus, berlatih sama kerasnya seperti saat bertanding. Dan setiap kali tak bisa bermain atau melewatkan pertandingan dia selalu terpukul."

Presiden klub Rui Santos menuturkan anekdot menarik tentang sebuah pertandingan di musim 1993/94. Andorinho versus Camacha, yang saat itu salah satu tim terkuat di pulau itu. Saat jeda Andorinha tertinggal 2-0 dan "Ronaldo begitu putus asa sampai dia tersedu-sedu seperti anak kecil yang mainannya baru saja disita. Di babak kedua, dia masuk lapangan dan mencetak dua gol, dan membawa kemenangan 3-2 untuk tim. Dia tidak ingin kalah. Dia ingin selalu menang dan ketika kalah dia menangis."


"Dia dijuluki "si cengeng". Dia sangat mudah menangis dan marah. Kalau rekan setimnya tidak memberinya bola, kalau dia atau pemain lain gagal mencetak gol atau mengumpan, atau jika tim tidak bermain seperti yang ia inginkan"

"Itu sebabnya dia dijuluki 'si cengeng'," jelas Dolores. "Dia sangat mudah menangis dan marah. Kalau rekan setimnya tidak memberinya bola, kalau dia atau pemain lain gagal mencetak gol atau mengumpan, atau jika tim tidak bermain seperti yang ia inginkan."

Julukan lain yang diperolehnya adalah "abelhinha", Si Lebah Kecil, karena dia tidak pernah berhenti berlari. Seperti lebah pekerja, dia selalu berlari zig-zag menyusuri lapangan.

"Seorang pemain seperti Ronaldo tidak muncul setiap hari," tambah Rui Santos. "Dan mendadak begitu muncul, Anda akan sadar dia seorang calon bintang. Berbeda dari kebanyakan anak lain yang Anda pernah saksikan."

Sayangnya Andorinha merupakan salah satu tim terlemah di liga dan ketika mereka menghadapi tim-tim seperti Maritimo, Camara de Lobos, atau Machico, pertandingan berjalan berat sebelah. Ronaldo sampai tidak mau bermain karena sudah tahu timnya akan kalah. Tapi ayahnya akan datang ke rumah, menghiburnya, dan membujuknya mengenakan seragam dan sepatu untuk bergabung dengan tim di lapangan.

Hanya yang lemah menyerah, dia bilang demikian. Dan itulah pelajaran yang tak pernah dilupakan Ronaldo kecil.

CR7 (Bagian 1)

SOROT: "Dia Tak Pernah Melepas Bola - Dia Tidur Dengan Bola" - Kisah Sederhana Awal Karier Cristiano Ronaldo Di Madeira

kupasan buku "Ronaldo: The Obsession for Perfection". Bagian pertama menggambarkan hidup sang bintang di Madeira.





Di ujung jalan tempat si pemain sepakbola itu tinggal, terdapat sebuah halaman kosong yang dipenuhi semak belukar, lapangan sepakbola 5-a-side, dan sebuah bar. Bukan hal yang janggal ada fans yang jauh-jauh datang ke sini dan untuk sedikit euro supir taksi bersedia memberikan tur kecil ke tempat dia lahir, dibesarkan, bersekolak, kali pertama bermain sepakbola. Dalam bayangan kolektif masyarakat Portugal dia sosok yang menarik minat pengunjung ke Madeira selayaknya Winston Churchill, Ratu Elisabeth Sissi dari Austria, Raja Charles I dari Austria, George Bernard Shaw, penulis puisi Rilke, Christopher Columbus, dan Napoleon.

Madeira adalah sebuah gugus pulau di Samudera Atlantis yang berjarak 860 kilometer dari Lisbon, terdiri dari dua pulau berpenghuni, Madeira dan Porto Santo, dan tiga pulau kecil tak berpenghuni. Kepulauan ini dipuji sebagai "taman Atlantis" dan terletak di atas batu vulkanik sepanjang 57 kilometer dan selebar 22 kilometer. Pegunungan menjulang dengan ketinggian 1.862 meter dengan puncak tertinggi Pico Ruivo. Ibuota kepulauan, Funchal, berpopulasi 110 ribu jiwa.

Di tempat ini lah Cristiano lahir, pada pukul 10:20 Selasa 5 Februari di Rumah Sakit Cruz de Carvalho. Panjangnya 52 centimeter saat lahir dan beratnya hampir empat kilogram. Anak keempat pasangan Maria Dolores dos Santos dan Jose Dinis Aveiro, adik dari Hugo, Elma, dan Katia. Kehamilan Dolores tidak direncanakan dan hanya berselang 18 bulan dari Katia. Sekarang, muncul masalah dalam pemberian nama.

"Adik saya, yang sedang bekerja di panti asuhan saat itu, bilang kalau dia laki-laki kami bisa memberinya nama Cristiano," kenang Dolores. "Saya pikir itu pilihan bagus. Saya dan suami menyukai nama Ronaldo, sesuai dengan Ronald Reagan. Adik saya memilih Cristiano dan kami Ronaldo."



Ibunda Cristiano (kiri) menonton di Bernabeu 


Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro dibaptis di gereja Santo Antonio tepat pada hari terjadinya pertandingan sepakbola. Di waktu senggang, Jose Dinis bekerja sebagai petugas perlengkapan untuk klub amatir CF Andorinha di Santo Antonio. Dia meminta kapten tim Fernao Barros Sousa untuk menjadi ayah baptis bayinya yang baru lahir. Seremoni direncanakan pukul 6 petang, setelah pertandingan Andorinha melawan Ribeiras Bravas pukul 4 sore.

Pendeta Antonio Rodriguez Rebola mulai gugup. Dia sudah selesai membaptis anak-anak lainnya dan belum ada tanda-tanda kehadiran ayah maupun ayah baptisnya. Dolores dan calon ibu baptis mulai mengelilinginya mencoba menenangkan pendeta. Akhirnya Fernao dan Dinis tiba, setengah jam terlambat, dan akhirnya seremonis bisa dilakukan.

Foto-foto pertama di album keluarga menunjukkan bayi Cristiano, dengan mata lebar menatap tepat ke arah kamera, mengenakan baju berwarna biru dan putih serta sepatu putih, dengan gelang emas di kedua pergelangan tangan, cincin emas, dan rantai salib panjang di lehernya. Begitu tumbuh besar, foto-foto memperlihatkan rambutnya menjadi sedikit ikal dan senyumnya "bolong" karena gigi depannya menghilang.

Dinis seorang tukang kebun di balai kota, sedangkan Dolores bekerja keras sebagai juru masak sehingga dia bisa memberikan makanan kepada anak-anaknya. Seperti ribuan warga Portugal lain, Dolores pernah beremigrasi ke Prancis saat berusia 20 tahun untuk menghabiskan waktu membersihkan rumah selama tiga bulan. Sang suami tadinya berniat bergabung, tapi ketika dia gagal berangkat, sang istri pulang. Mereka sudah memiliki dua anak saat itu.

"Hidup tidak mudah bagi keluarga Aveiro... Tapi hari ini, Cristiano mengenang masa kecilnya dengan penuh bahagia. Saat dua tiga tahun, bermain di halaman atau jalan Lombinho, dia menemukan sahabat terbaiknya, bola sepak"

Hidup tidak mudah bagi keluarga Aveiro, sulit bagi siapa pun yang tinggal jauh dari industri hotel mewah yang mengerumuni kawasan pantai. Rumah kecil itu menampung enam orang anggota keluarga dan setiap kali badai menerjang, rumah bolong-bolong di banyak tempat. Dolores mengumpulkan batu bata dan mortir dari balai kota untuk mengatasi masalah itu.

Tapi hari ini, Cristiano mengenang masa kecilnya dengan penuh bahagia. Saat dua tiga tahun, bermain di halaman atau jalan Lombinho, dia menemukan sahabat terbaiknya, bola sepak.

"Suatu Natal saya memberinya mobil-mobilan dengan remote control, berpikiran itu akan digemarinya," kenang sang ayah baptis, Fernao Sousa, "tapi dia lebih memilih bermain dengan bola. Dia tidur dengan bola, tak pernah lepas dari sisinya. Selalu ada di tangannya, ke mana pun dia pergi, bola itu bersamanya."

Saturday, 12 May 2012




GAVRILO PRINCIP, PAHLAWAN DAN PENGKHIANAT





Gavrilo Princip di penjara Terezín

Gavrilo Princip, 25 Juli 1894 - 28 April 1918) adalah orang yang terkenal karena membunuh Archduke Franz Ferdinand dari Austria dan istrinya, Sophie, Duchess of Hohenberg , di Sarajevo pada tanggal 28 Juni 1914. Princip dan kaki tangannya ditangkap dan terlibat sejumlah anggota militer Serbia, yang mengarah Austria-Hungaria mengeluarkan démarche ke Serbia dikenal sebagai Ultimatum Juli. Rangkaian dari rantai peristiwa ini yang menyebabkan Perang Dunia I. Princip adalah seorang nasionalis Yugoslavia terkait dengan gerakan Mlada Bosna (Young Bosnia) yang tidak hanya terdiri dari orang Serbia, tetapi juga orang Bosnia dan Kroasia. Selama persidangan ia menyatakan. "saya seorang nasionalis Yugoslavia, bertujuan untuk penyatuan semua Yugoslavia, dan saya tidak peduli apa bentuk negara, tetapi harus bebas dari Austria.Pada tanggal 28 Juni 1914, Gavrilo Princip berpartisipasi dalam pembunuhan di Sarajevo atas Archduke Austria. Umum Oskar Potiorek, Gubernur provinsi Austria Bosnia dan Herzegovina mengundang Franz Ferdinand dan Countess Sophie untuk pembukaan sebuah rumah sakit. Pangeran itu tahu bahwa kunjungan tersebut akan berbahaya, mengetahui pamannya, Kaisar Franz Josef, telah menjadi subyek dari upaya pembunuhan oleh Black Hand pada tahun 1911.


Tepat sebelum 10 pagi pada hari Minggu, pasangan kerajaan tiba di Sarajevo dengan kereta api. Di mobil depan adalah Fehim Čurčić, Walikota Sarajevo dan Dr Gerde, Komisaris kota Polisi. Franz Ferdinand dan Sophie berada di mobil kedua dengan Oskar Potiorek dan Letnan Kolonel Hitungan Franz von Harrach. Bagian atap mobil itu di buka untuk memungkinkan orang banyak melihat penghuninya. Keenam konspirator berjajar rute. Mereka keluar di sepanjang Quay Appel, masing-masing dengan instruksi untuk mencoba membunuh Franz Ferdinand ketika mobil kerajaan mencapai posisinya. Para konspirator pertama pada rute untuk melihat mobil bangsawan Bosnia Muhamed Mehmedbašić. Berdiri di Bank Austria-Hungaria, Mehmedbašić kehilangan keberaniannya dan memungkinkan mobil untuk lewat tanpa mengambil tindakan. Mehmedbašić kemudian mengatakan bahwa seorang polisi berdiri di belakangnya dan takut ia akan ditangkap sebelum ia sempat melemparkan bomnya. Jam 10:15 pagi, saat prosesi enam mobil melewati kantor polisi pusat, Nedeljko Čabrinović, mahasiswa berusia sembilan belas tahun melemparkan sebuah granat tangan di mobil Archduke itu. Sopir mempercepat laju mobilnya ketika melihat benda terbang ke arahnya, tapi bom itu memiliki waktu delay selama 10 detik dan meledak di bawah roda mobil keempat. Dua dari penghuni, Eric von Merizzi dan Count Ludwig Joseph von Waldeck-Boos luka parah.Sekitar selusin penonton juga terkena pecahan peluru bom. Setelah bom Čabrinović meleset dari mobil Archduke, lima komplotan lainnya, termasuk Princip, kehilangan kesempatan untuk menyerang karena ramainya kerumunan dan kecepatan tinggi dari mobil Pangeran tersebut. Untuk menghindari penangkapan, Čabrinović menelan sianida dan terjun ke Sungai Miljacka untuk memastikan dia meninggal. Pil sianida telah berakhir dan membuatnya sakit, tetapi gagal untuk membunuhnya dan Sungai Miljacka dalamnya hanya 10 cm (4 inci). Beberapa detik kemudian dia ditarik keluar dan ditahan oleh polisi. Franz Ferdinand kemudian memutuskan untuk pergi ke rumah sakit dan mengunjungi korban upaya pemboman Čabrinović yang gagal itu. 


Untuk menghindari pusat kota, Jenderal Oskar Potiorek memutuskan bahwa mobil kerajaan harus dapat berjalan lurus sepanjang Quay Appel ke Rumah Sakit Sarajevo. Namun, Potiorek lupa untuk menginformasikan kepada pengemudi, Leopold Loyka, tentang keputusan ini. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Loyka mengambil berbelok ke kanan ke Franz Josef Street. Princip berdiri dekat kafe Moritz Schiller, setelah tampaknya menyerah, ia melihat mobil Franz Ferdinand melintas, karena salah berbelok. Setelah menyadari kesalahan tersebut, pengemudi menginjak rem, dan mencoba mundur. Tetapi mesin dari mobil mogok dan roda gigi terkunci, memberikan Princip kesempatan. Princip melangkah maju, mengeluarkan FN Model 1910 pistol miliknya, pistol membuat pejalan kaki di sekitarnya kabur, dan pada jarak sekitar 1,5 m (lima kaki), peluru tersebut ditembakan dua kali ke dalam mobil. Franz Ferdinand tertembak di bagian leher dan Sophie (yang secara naluriah menutupi tubuh Franz dengan badannya sendiri setelah tembakan pertama) terkena di bagian perut, dan mereka berdua meninggal sebelum 11 pagi.
Penangkapan Princip (kedua dari kanan)














PENANGKAPAN DAN DI ADILI
Princip mencoba bunuh diri pertama kali dengan pistol, kemudian dengan menelan sianida, tapi dia memuntahkan racun itu (seperti yang dilakukan Čabrinović, memimpin polisi untuk percaya kelompok itu telah tertipu dan membeli racun jauh lebih lemah). Pergumulan sempat terjadi untuk memperebutkan pistolnya sebelum ia sempat menembakkan tembakan lain. Princip masih terlalu muda untuk menerima hukuman mati, dua puluh tujuh hari lagi sebelum ulang tahun kedua puluhnya pada saat melakukan pembunuhan itu membuatnya tidak bisa menerima hukuman mati. Sebaliknya, ia menerima hukuman maksimum dua puluh tahun penjara. Ia ditahan dalam kondisi yang keras yang diperburuk oleh perang. Dia terkena TBC, dan salah satu tangannya diamputasi di penjara ketika penyakit itu terinfeksi ke tulang lengannya. Ia meninggal pada 28 April 1918 di Terezin 3 tahun dan 10 bulan setelah ia membunuh Archduke dan Duchess. Pada saat kematiannya, Princip beratnya sekitar 40 kilogram (88 pon), melemah karena kekurangan gizi, kehilangan darah dari lengannya diamputasi, dan penyakit. 


Pengadilan Princip















Takut tulangnya akan menjadi relik, salah seorang sipir Austria mengambil tubuh Princip secara rahasia ke sebuah makam tak bernama, tapi seorang tentara Ceko ditugaskan ke pemakaman untuk membuat peta tempat dimana dia di makamkan, dan pada tahun 1920 jasad Princip dan beberapa orang yang lain yang di sebut "Pahlawan Vidovdan" dipindahkan dan dibawa ke Sarajevo, dimana mereka dikuburkan bersama-sama di bawah kapel di Pemakaman St Markus dengan tulisan "dibangun untuk memperingati para Pahlawan Serbia kita dalam keabadian". Rumah tempat tinggal Gavrilo Princip di Sarajevo dihancurkan selama Perang Dunia I. Setelah perang, menjadi salah satu museum di Kerajaan Yugoslavia. Yugoslavia ditaklukkan oleh Jerman pada tahun 1941 dan Sarajevo menjadi bagian dari fasis Kroasia. Para Ustaše (Gerakan Revolusionis Kroasia) menghancurkan rumah itu lagi. Setelah pembentukan komunis Yugoslavia pada tahun 1944, rumah Gavrilo Princip menjadi museum lagi dan ada lagi museum yang didedikasikan kepadanya di dalam kota Sarajevo. Selama Perang Yugoslavia tahun 1990-an, rumah Gavrilo Princip hancur untuk ketiga kalinya oleh pemerintah, upaya untuk membangun kembali rumah tersebut belum juga diumumkan. Museum Gavrilo Princip telah berubah menjadi museum yang didedikasikan untuk Archduke Franz Ferdinand dan monarki Habsburg. Sebelum tahun 1990-an, situs di trotoar tempat Princip berdiri untuk menembakkan tembakan fatalnya ke Archduke tersebut ditandai dengan jejak kaki. Tapi kemudian dihapus sebagai konsekuensi dari perang 1992-1995 di Bosnia dan persepsi tentang Princip adalah seorang nasionalis Serbia. Kemudian, monumen peringatan dari kayu sederhana ditempatkan dekat lokasi pembunuhan itu dengan kata-kata "Semoga Damai Tersebar Ke Seluruh Dunia" dalam bahasa Bosnia, Serbia dan Inggris. Ada sebuah plakat di depan museum di tempat di mana Gavrilo Princip berdiri ketika ia melepaskan tembakan.


Pistol yang digunakan Princip untuk membunuh
Franz Ferdinand

Pistol Princip disita oleh penguasa, dan akhirnya diberikan, bersama dengan kaos berdarah yang dipakai sang Adipati Agung, kepada Anton Puntigam, seorang imam Yesuit yang merupakan teman dekat Pangeran dan sempat memberikan Pangeran dan istrinya sebuah ritus terakhir. Pistol dan kemeja tetap dalam kepemilikan Yesuit Austria tersebut sampai kemudian ditawarkan untuk pinjaman jangka panjang ke Museum Heeresgeschichtliches di Wina pada tahun 2004. Pistol ini sekarang jadi bagian tetap dari pameran tersebut.




SUMBER