Di ujung jalan tempat si pemain sepakbola itu tinggal, terdapat sebuah halaman kosong yang dipenuhi semak belukar, lapangan sepakbola 5-a-side, dan sebuah bar. Bukan hal yang janggal ada fans yang jauh-jauh datang ke sini dan untuk sedikit euro supir taksi bersedia memberikan tur kecil ke tempat dia lahir, dibesarkan, bersekolak, kali pertama bermain sepakbola. Dalam bayangan kolektif masyarakat Portugal dia sosok yang menarik minat pengunjung ke Madeira selayaknya Winston Churchill, Ratu Elisabeth Sissi dari Austria, Raja Charles I dari Austria, George Bernard Shaw, penulis puisi Rilke, Christopher Columbus, dan Napoleon.
Madeira adalah sebuah gugus pulau di Samudera Atlantis yang berjarak 860 kilometer dari Lisbon, terdiri dari dua pulau berpenghuni, Madeira dan Porto Santo, dan tiga pulau kecil tak berpenghuni. Kepulauan ini dipuji sebagai "taman Atlantis" dan terletak di atas batu vulkanik sepanjang 57 kilometer dan selebar 22 kilometer. Pegunungan menjulang dengan ketinggian 1.862 meter dengan puncak tertinggi Pico Ruivo. Ibuota kepulauan, Funchal, berpopulasi 110 ribu jiwa.
Di tempat ini lah Cristiano lahir, pada pukul 10:20 Selasa 5 Februari di Rumah Sakit Cruz de Carvalho. Panjangnya 52 centimeter saat lahir dan beratnya hampir empat kilogram. Anak keempat pasangan Maria Dolores dos Santos dan Jose Dinis Aveiro, adik dari Hugo, Elma, dan Katia. Kehamilan Dolores tidak direncanakan dan hanya berselang 18 bulan dari Katia. Sekarang, muncul masalah dalam pemberian nama.
"Adik saya, yang sedang bekerja di panti asuhan saat itu, bilang kalau dia laki-laki kami bisa memberinya nama Cristiano," kenang Dolores. "Saya pikir itu pilihan bagus. Saya dan suami menyukai nama Ronaldo, sesuai dengan Ronald Reagan. Adik saya memilih Cristiano dan kami Ronaldo."
Ibunda Cristiano (kiri) menonton di Bernabeu
Pendeta Antonio Rodriguez Rebola mulai gugup. Dia sudah selesai membaptis anak-anak lainnya dan belum ada tanda-tanda kehadiran ayah maupun ayah baptisnya. Dolores dan calon ibu baptis mulai mengelilinginya mencoba menenangkan pendeta. Akhirnya Fernao dan Dinis tiba, setengah jam terlambat, dan akhirnya seremonis bisa dilakukan.
Foto-foto pertama di album keluarga menunjukkan bayi Cristiano, dengan mata lebar menatap tepat ke arah kamera, mengenakan baju berwarna biru dan putih serta sepatu putih, dengan gelang emas di kedua pergelangan tangan, cincin emas, dan rantai salib panjang di lehernya. Begitu tumbuh besar, foto-foto memperlihatkan rambutnya menjadi sedikit ikal dan senyumnya "bolong" karena gigi depannya menghilang.
Dinis seorang tukang kebun di balai kota, sedangkan Dolores bekerja keras sebagai juru masak sehingga dia bisa memberikan makanan kepada anak-anaknya. Seperti ribuan warga Portugal lain, Dolores pernah beremigrasi ke Prancis saat berusia 20 tahun untuk menghabiskan waktu membersihkan rumah selama tiga bulan. Sang suami tadinya berniat bergabung, tapi ketika dia gagal berangkat, sang istri pulang. Mereka sudah memiliki dua anak saat itu.
Tapi hari ini, Cristiano mengenang masa kecilnya dengan penuh bahagia. Saat dua tiga tahun, bermain di halaman atau jalan Lombinho, dia menemukan sahabat terbaiknya, bola sepak.
"Suatu Natal saya memberinya mobil-mobilan dengan remote control, berpikiran itu akan digemarinya," kenang sang ayah baptis, Fernao Sousa, "tapi dia lebih memilih bermain dengan bola. Dia tidur dengan bola, tak pernah lepas dari sisinya. Selalu ada di tangannya, ke mana pun dia pergi, bola itu bersamanya."
No comments:
Post a Comment